MAJALAH WANITA - “Penelitian di Amerika menunjukkan hanya sekitar 30% perempuan mengalami orgasme,” kata Firliana Purwanti saat membuka sesinya di pertengahan acara TEDxJakarta, Minggu (1/4) lalu. Pembelaan hak perempuan sudah biasa kita dengar di seminar-seminar, terutama mengenai bagaimana perempuan seharusnya diperlakukan sederajat dengan pria. Siang itu, Firliana membahasnya dengan lebih spesifik: hak perempuan untuk mengalami orgasme.
Saat masih berstatus mahasiswa, Firliana menemukan seminar yang mengungkapkan bahwa pemerkosaan merupakan tindakan yang melanggar hak asasi manusia. Semenjak itu pula, Firliana mulai memperhatikan kepentingan wanita dalam mencapai haknya, termasuk mencapai orgasme saat berhubungan seksual.
Siang itu Firliana berbicara di hadapan sekitar 700 peserta di TEDxJakarta yang diselenggarakan di Jakarta Internasional School. Topik tentang mitos orgasme wanita yang dipilih Firliana sesuai dengan tema acara TEDxJakarta kali ini yaitu “Deceptive Truths.” Dalam seminar ini, peserta memang diharapkan untuk meninggalkan acara dengan pemahaman kebenaran baru.
Ada apa sebenarnya dengan orgasme? Kenapa kita sebegitu detil mengurus perempuan yang harus mencapai orgasme ketika berhubungan seksual dengan suami? Firliana tak langsung menjawab pertanyaan tersebut. Ia menyampaikan contoh kasus perlakuan seks berdasarkan wawancara mendalam yang dilakukannya dengan 16 perempuan berbeda di Indonesia. Wawancara yang dilakukan dalam 2 tahun ini adalah bagian dari penelitian untuk menunjang proyek yang sedang dikerjakannya: The Orgasm Project.
Dalam wawancaranya, yang ditanyakan hanya satu, “Seperti apa sih pencapaian orgasme kamu?”
Menurut Firliana, salah satu perempuan yang diwawancarainya merasa mendapat tekanan sosial yang mengharuskan dirinya tetap perawan saat menikah. Hal ini membuat sang perempuan merasa dibatasi kemampuannya dalam mencapai orgasme. Apalagi mengetahui pengalaman temannya yang diminta cerai oleh sang suami karena di malam pertama seprai tempat tidurnya tidak menyisakan bercak darah.
Firliana lalu menambahkan bahwa menurut Slamet Suryono, dokter ahli kandungan dari UI, selaput darah wanita sangat beragam. Ada yang bolong-bolong, tipis, tebal, fleksibel, dan tidak semuanya berdarah saat melakukan penetrasi pertama kali.
“Mitos mengenai keperawanan telah merugikan perempuan” tambahnya lagi.
Namun menurut Firliana, ini tidak berarti wanita bisa bebas berhubungan seks secara sembarangan. "Kita harus tetap perawan dan perjaka sampai paling tidak kita telah merasa kritis menanggapi isu seksual yang ada di masyarakat," ujarnya.
Perempuan sebenarnya memiliki kemampuan yang hebat dalam mencapai orgasme. Secara biologis, perempuan memiliki 8000 ujung saraf yang sangat sensitif terhadap rangsangan seksual, atau dua kali lebih banyak dari yang dimilki pria, sehingga perempuan dapat mengalami orgasme berkali-kali.
Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukannya, Firliana merangkum kesimpulan bahwa untuk mencapai orgasme sebenarnya tidak sulit. Yang pertama, percaya diri dengan identitas seksualnya dengan berani memilih pasangannya sendiri. Yang kedua adalah komunikasi yang setara, karena jika salah satu pasangan lebih mendominasi biasanya akan sulit untuk mendapatkan kenikmatan berhubungan seksual. Dan yang ketiga, memiliki pengetahuan yang cukup mengenai pendidikan seks yang kritis.
The Orgasm Project memiliki tujuan untuk mengenalkan betapa pentingnya orgasme, karena ketika ketika kita mengabaikan hal tersebut, ekspresi bentuk lain yang terjadi adalah perkosaan, pelecehan seksual, dan poligami.
“Melalui The Orgasm Project, mimpi saya cuma satu. Suatu hari nanti tidak hanya 30% wanita yang mengalami orgasme, tapi semua perempuan dan laki-laki ikut berorgasme,” kata Firliana saat mengakhir sesi presentasinya.