Peringatan, bukan Hinaan

 “Sepeninggalku, tidak aku tinggalkan fitnah (godaan) yang lebih berbahaya untuk lelaki melebihi wanita.”(Mutafaq ‘alaih) “Wanita itu kurang agamanya.” “Kebanyakan penduduk neraka adalah wanita.” (al Hadits)
Jika dibaca dengan kacamata buram milik orientalis dan kaum liberal, mungkin yang bakal tampak dari petikan hadits di atas adalah “Islam merendahkan kaum perempuan. Hadits-hadits ini mestinya dinonaktifkan dari fungsinya sebagai dalil karena sudah tidak sesuai dengan jaman. Jika tidak, Islam bisa tercoreng namanya karena masih saja mendeskreditkan perempuan, padahal di zaman sekarang persamaan gender telah menjadi tuntutan.”
Tapi kacamata seorang muslimah, wanita yang berserah diri kepada syariat-Nya, tentunya tidak demikian. Imannya akan membuat lensanya lebih jernih dalam membaca dan menyelami isi dari setiap kata yang disabdakan utusan-Nya, Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam. Pandangannya akan lebih dalam menembus sampai ke dasar hikmah. Ada ‘material’ husnudzan, rasa berserah diri dan keyakinan bahwa sabda Rasul n adalah al haq, yang menyusun potongan kaca yang dipakainya. Dan inilah yang membuat objek yang tampil di retina hatinya berwujud sempurna, tidak terbalik dan indah sebagaimana mestinya.

Oleh karenanya, image yang ditangkap dari hadits-hadits seperti di atas bukanlah “Islam mendeskreditkan wanita”. Sama sekali bukan. Tapi yang tampak justru ke dalaman rahmat dari sang pencipta kepada kaum Hawa. Sabda baginda itu diterima sebagai pemberitahuan dan peringatan atas sisi lemah wanita yang sangat krusial. Kelemahan pada wanita yang harus diwaspadai atau ditambal dengan sisi kelebihan yang lain. Bukankah semua makhluk memang dicipta memiliki kelemahan?

Wanita itu fitnah atau godaan yang sangat besar bagi kaum lelaki. Terhadap hadits ini, seorang muslimah tidak akan bersu’udzan bahwa Islam menganggap wanita hanyalah makhluk penggoda dan pengganggu bagi lelaki. Tidak. Sabda ini akan dipahami sebagai peringatan dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bahwa potensi fitnah (godaan) dalam diri wanita sangatlah besar. Karenanya wanita pun akan sadar dan waspada lalu menjaga agar potensi itu tidak menyelinap keluar atau bahkan meledak. Wanita memang ditakdirkan untuk memiliki daya tarik yang menggoda itu, tapi di sisi lain, wanita juga diwajibkan menjaganya.Nah, Islam pun memberikan cara bagaimana menjaga diri agar potensi itu tidak keluar. Ada jurus menjaga aurat, menundukkan pandangan, menjaga hubungan dengan lelaki, menghindari make up berlebihan dan sebagainya. Dengan mengaplikasikan jurus-jurus ini, yang akan merasa aman bukan hanya lelaki saja tapi juga wanita.

Kalau direnungkan secara mendalam, hadits ini bukan hanya peringatan bagi lelaki, tapi juga wanita. Memang, yang terkena dampak fitnah wanita secara langsung adalah lelaki. Hanya saja dalam beberapa kondisi, fitnah wanita yang dibiarkan terumbar liar juga akan berimplikasi buruk terhadap sesama wanita.

Ambil contoh, saat anda sedang bersama suami, tiba-tiba datang atau lewat seorang wanita yang membiarkan dua biji ‘kamera’ di kepala lelaki yang menatapnya bebas menelusuri kulit kakinya hingga 50 % di atas lutut, atau kulit lehernya hingga 50 % ke dadanya. Itu fitnah yang diumbar. Dan fitnah itu jelas ditujukan kepada lelaki. Tapi apa yang anda rasakan jika suami anda melirik? Sakit bukan? Lebih menyakitkan lagi jika kulit si wanita itu lebih bagus dari milik anda. Bahkan wanita bercelana jins dan berkaus ketat yang tengah bersama pacarnya di sebelah sana pun –misalnya ada-, boleh jadi akan mencubit pacarnya, sambil pasang muka cemberut lagi mengancam jika pacarnya ikut-ikutan melirik. Apa lagi jika masalahnya bukan sekadar melirik, selingkuh misalnya, tentu akan lebih menyakitkan lagi. Jadi, wanita juga akan terganggu dengan fitnah wanita yang tidak dijaga.

Nah, coba bandingkan jika yang hadir adalah seorang wanita berjilbab rapi dengan warna kain yang tidak mencolok, atau bahkan memaki cadar misalnya. Adem. Anda, suami anda dan juga semua orang di sekeliling anda akan merasakannya. Jadi, pada dasarnya sabda Rasul n di atas adalah peringatan untuk wanita dari bahaya fitnah wanita yang juga akan berdampak kepada wanita.

Soal status wanita yang diennya disebut “kurang” dan menjadi mayoritas ahli neraka, Rasulullah ingin memberi peringatan pada sisi lemah wanita dalam hal ini. Wanita secara kodrati mendapatkan haid dan menghalanginya dari ibadah selama sekian waktu. Ini kelemahan. Dengan menyadari hal ini, wanita diharapkan dapat memanfaatkan dan mengoptimalkan sisi-sisi lebih yang diberikan kepadanya untuk meningkatkan value(nilai) dirinya. Semangat inilah yang akan muncul dalam diri muslimah dan bukan perasaan kecewa karena menganggap Islam menganak tirikan wanita. Dan bukankah pada tataran praktis, tidak sedikit kaum wanita yang kualitas diennya jauh lebih baik dari lelaki?

Kalau ternyata rasul mengatakan wanita menjadi mayoritas penduduk neraka, itu berarti Beliau ingin menyampaikan bahwa realitanya kebanyakan wanita tidak mengikuti bimbingan rel syariat. Karena jika patuh pada syariat, dia akan masuk jannah. Bahkan ratunya para bidadari surga adalah wanita-wanita shalihah yang masuh jannah. Oleh karenanya, kalau tidak ingin merasa tersinggung dengan hadits ini, caranya mudah yaitu dengan menjadi wanita shalihah.

Kesimpulannya, saat membaca hadits-hadits semacam ini yang harus dikedepankan adalah iman. Para shahabiyah dulu tidak pernah komplain dengan hadits-hadits di atas dan menganggapnya sebagai diskriminasi terhadap kaum perempuan. Keyakinan mereka bahwa sabda Nabi adalah bimbingan ilahi memudahkan hati mereka menerima dan mencoba mendulang hikmahnya. Jangan terkecoh dengan bualan kaum liberal, mereka hanya ingin agar kita menentang syariat, merasa punya dalil saat bermaksiat dan akhirnya celaka di akhirat.Wallahua’lam. (ar-risalah)