Kerapkali banyak keluhan muncul berkaitan dengan rahim. Misalnya, kok, haid tak kunjung datang; kok, nyeri sewaktu sanggama; kok, terjadi banyak perdarahan di masa dan di luar masa haid; serta bermacam
keluhan lain. Sebenarnya, ada apa, sih, dengan rahim tersebut?
Sebagaimana kita ketahui, rahim berguna untuk proses reproduksi, baik dalam siklus haid, kehamilan, dan persalinan. "Pada keadaan tak hamil, rahim terletak dalam rongga panggul kecil di antara kandung kemih dan dubur. Bentuknya diperkirakan seperti buah pir," terang Agustinus Gatot, MD. Saat terjadi kehamilan, rahim sebagai tempat untuk menampung hasil konsepsi atau pertemuan dari sperma dan ovum. "Seperti halnya inkubator yang membuat janin menjadi besar," lanjutnya.
Lebih jauh diterangkan Gatot, rahim sebenarnya merupakan struktur otot yang cukup kuat. Rahim terdiri dari 3 bagian, yaitu korpus uteri (badan rahim) yang berbentuk segitiga, serviks uteri (leher rahim) yang berbentuk silinder, dan kavum uteri (rongga rahim). "Saat terjadi kehamilan, bagian badan rahimlah yang menjadi tempat utama janin untuk tumbuh dan berkembang."
Adapun besarnya rahim pada tiap wanita berbeda-beda, tergantung usia dan sering-tidaknya melahirkan. Selain itu, tak semua wanita mempunyai rahim yang normal. "Secara keseluruhan, kelainan rahim ada yang berupa kelainan kongenital, kelainan letak rahim, serta tumor jinak dan keganasan," jelas dokter dari RS Harapan Kita Jakarta ini.
KELAINAN KONGENITAL
Kelainan kongenital dinamakan juga kelainan bawaan atau sejak lahir, disebabkan proses yang terjadi saat masih janin di kandungan. "Jadi, pembentukkan rahim yang berasal dari duktus Mullery berlangsung tak sempurna sehingga terjadilah gangguan pembentukan rahim," tutur Gatot.
Tapi, Bu, tak usah cemas karena kelainan ini tak membahayakan sehingga tak perlu tindakan seperti pengangkatan rahim segala. Namun begitu, mau tak mau harus diperbaiki bentuk rahimnya lewat operasi. Kalau tidak, bisa menimbulkan masalah infertilitas, disamping dapat mengganggu kehamilan dan persalinan semisal terjadi keguguran atau lahir prematur.
Sayangnya, kelainan ini agak sulit dideteksi secara dini karena sudah ada sejak lahir. Baru dapat diduga atau diketahui bila ada gangguan haid, tak muncul haid, sudah lama tak punya anak, pemeriksaan pranikah, atau pemeriksaan antenatal dengan USG.
Adapun yang termasuk kategori kelainan ini, antara lain:
* Tak ada rahim.
"Seharusnya setiap wanita mempunyai rahim," ujar Gatot. Tapi pada kenyataannya, ada juga wanita yang tak punya rahim. Hal ini terjadi karena rahimnya tak tumbuh (agenesis) , selain mungkin juga disebabkan ada kelainan kromosom.
Salah satu ciri wanita yang tak punya rahim adalah tak mengalami haid. Tapi bukan berarti wanita yang tak haid pasti tak punya rahim, lo. "Bisa saja itu terjadi karena ia tak punya liang senggama atau ada gangguan hormonal kewanitaan," kata Gatot.
Tentunya, wanita yang tak punya rahim jadi tak mengalami haid dan selanjutnya tak bisa punya anak. Sayang, tak ada tindakan yang dapat dilakukan untuk memperbaikinya. Yang pasti, kelainan jenis ini tak akan membahayakan kehidupan si wanita karena efeknya terhadap tubuh juga tak begitu tampak.
* Rahim kecil atau tak tumbuh.
Kelainan rahim jenis ini terletak pada ukurannya yang kecil, kurang dari 5 cm. Biasanya disebabkan gangguan hormonal, yaitu kurangnya hormon kewanitaan. "Jadi, ovariumnya tak memproduksi hormonal kewanitaan seperti estrogen dan progesteron, sehingga rahim jadi tak berkembang," terang Gatot.
Biasanya kelainan ini ditemui pada masa akil baliq, namun baru bisa diketahui setelah dilakukan pemeriksaan. Adapun gejalanya hampir sama dengan gejala tak punya rahim, yaitu tak muncul haid. Atau, "bisa juga mengalami haid namun sangat sedikit. Misalnya, hanya sehari dan hanya sekadar flek."
Pengobatan yang dilakukan ialah pemberian terapi hormonal agar rahim dapat membesar pada ukuran normal sekitar 7 cm dan akan membesar jadi tempat janin dalam proses kehamilan. Tentunya, jika tak dilakukan pengobatan, si wanita sulit untuk hamil.
* Mempunyai dua rahim.
Pada kelainan jenis ini seorang wanita mempunyai dua badan rahim yang terpisah satu sama lain, dua leher rahim dan dua saluran vagina atau liang senggama. Kelainan ini terjadi karena proses penyatuan rahimnya tak sempurna. Namun gejala atau keluhannya tak diketahui, kecuali bila wanita tersebut menikah. "Ia dan pasangannya akan mengalami gangguan dalam penetrasi ketika melakukan senggama karena ada sekat pemisah di dalam rahim," ungkap Gatot. Bila sekat tersebut tak dihilangkan akan timbul infertilitas.
Kendati demikian, masih dimungkinkan untuk dapat hamil, "tergantung ke saluran mana sperma masuknya dan rahim itulah yang akan berfungsi menjadi tempat janin, sementara rahim yang satunya akan tetap kosong." Pada kelainan ini, proses nidasi (menempelnya hasil pertemuan sperma dan sel telur di rahim) tak terganggu bila keadaan endometriumnya normal.
Bila kehamilan terjadi pada salah satu rahim, proses persalinan dapat berjalan seperti biasa. "Tapi, itupun tergantung dari besar bayinya dan bila tak ada indikasi lain semisal gawat janin, partus tak maju, dan sebagainya. Jika ada indikasi tersebut barulah dilakukan tindakan seksiosesaria," terang Gatot.
Cara mengatasi kelainan ini dengan memperbaiki sekatnya lewat operasi, memakai peralatan histeroskopi. Setelah dilakukan operasi, biasanya rahim akan berfungsi secara normal. Namun begitu, kata Gatot, komplikasi bisa saja terjadi pada saat operasi, yaitu ada perforasi atau tembusnya rahim saat dilakukan operasi. "Tapi bila yang melakukan operasi adalah dokter berpengalaman, komplikasi tersebut jarang terjadi."
Kelainan dengan dua rahim lainnya ialah uterus bokornis bikolis atau keadaan dengan dua rahim dan dua leher rahim tapi satu liang senggama. Dengan demikian, kelainan ini tak akan mengganggu proses nidasi maupun persalinan.
* Rahim berbentuk hati.
Rahim pun ada, lo, yang berbentuk hati, yaitu bila ada satu rongga rahim dan ada bagian dalam rahim yang menonjol sehingga menganggu proses nidasi hasil konsepsi. Dengan demikian, wanita yang bersangkutan akan sulit hamil dan juga menganggu proses persalinan. Untuk mengatasinya, bagian yang menonjol harus dioperasi. Kelainan rahim ini jarang sekali ditemui dan terkadang sulit dideteksi.
* Rahim bersekat.
Kelainan ini dinamakan uterus subsepta dan bersepta, yaitu keadaan rahim yang di dalamnya terdapat sekat. Kelainan ini dapat menganggu proses nidasi sehingga perlu dilakukan tindakan koreksi dengan cara operasi.
* Rahim bertanduk.
Pada kelainan ini, rahim mempunyai dua tanduk yang dinamakan juga uterus bikornis unikolis. Rahim ini mempunyai satu leher rahim dan satu liang senggama. Kelainan ini dapat menyebabkan gangguan proses nidasi, jadi perlu dilakukan koreksi.
Nah, terang Gatot, pada masing-masing kelainan rahim di atas, gejalanya tak spesifik dan kadang bahkan tak ada gejala yang dikeluhkan sama sekali.
KELAINAN LETAK RAHIM
Posisi atau letak rahim pada wanita, terang Gatot, sebenarnya tak selalu sama. "Posisi ini pun sudah merupakan bawaan sejak lahir sehingga tak bisa diubah." Adapun letak rahim yang normal berada di tengah rongga panggul dan bagian teratas rahim mengarah ke depan. Jadi, bila arahnya tak demikian dikatakan sebagai kelainan letak. Namun kelainan ini tak semuanya dapat menyebabkan keluhan atau suatu penyakit maupun infertilitas.
Biasanya, kelainan ini disebabkan ada dorongan oleh massa tumor, perlekatan, atau lemahnya jaringan ikat dan otot-otot penyangga rahim. Jadi, rahim akan terdorong ke kanan atau ke kiri oleh adanya perlekatan atau dorongan massa yang berlawanan.
Kelainan ini biasanya tak menimbulkan gejala, walaupun ada juga yang mengeluh ngilu dan nyeri bila melakukan gerakan-gerakan tertentu. "Hal ini dapat timbul bila ada regangan pada jaringan yang merekat di rahim. Infertilitas juga dapat terjadi bila perlekatan menyebabkan tersumbatnya saluran telur."
Kelainan yang berkaitan dengan letak rahim di antaranya adalah:
* Hyperretrofleksi (letak rahim ke belakang).
Penyebabnya ialah dorongan, mobilisasi rahim yang labil, atau ada perlekatan. Bila karena perlekatan, maka biasanya lebih dikarenakan adanya infeksi. "Kelainan ini lebih sering terjadi pada ibu-ibu yang sudah punya banyak anak atau sering melahirkan sehingga semua jaringan ikatnya jadi lunak dan kendor," ungkap Gatot.
Keluhan yang kerap mewarnai kelainan ini adalah sulit buang air kecil dan bila buang air besar sering nyeri/ngilu. Hal ini disebabkan mulut rahim menekan saluran kencing. Selain itu, pada saat sanggama pun akan terasa sakit.
Tentunya, pada kelainan ini pun akan ditemui hambatan, terutama dalam pertemuan sperma dan sel telur. "Sperma sulit masuk ke dalam rongga rahim sehingga menyebabkan infertilitas atau sulit hamil." Itulah mengapa, terang Gatot, kepada pasangan yang bersangkutan dianjurkan melakukan sanggama dengan cara knee-chest position (nungging) atau post coital (setelah hubungan suami-isteri).
Bila terjadi hamil di atas trimester pertama, maka rahim akan ke posisi normal, yaitu keluar dari panggul dan akan ke atas karena bayi semakin membesar sehingga tak mungkin tinggal dalam panggul. Tentunya kehamilan terjadi bila tak ada perlekatan. Jadi, bila ada perlekatan rahim, si wanita tak bisa hamil karena hambatan dalam pertemuan sperma dan sel telur. Oleh karena itu, harus dilakukan tindakan laparoskopi, yaitu melepaskan pelekatannya dengan cara operasi.
* Perut gantung.
Sebenarnya, terang Gatot,letak rahim yang makin bertambah ke depan atau seperti menggantung adalah normal, bukan kelainan karena arah rahim memang ke depan. Tapi karena jaringan ikat otot-otot perut sudah kendur dan tak bisa menahan sehingga bila hamil cenderung lebih ke depan. Itulah mengapa rahim demikian kerap ditemukan pada ibu-ibu yang sudah punya anak banyak.
Tapi, Bu, tak usah khawatir karena hal ini tak masalah. Cuma dianjurkan memakai gurita, korset atau ikat perut yang agak ketat dan kencang untuk menyokong perut dari bawah.
Yang perlu diketahui, pada rahim ke depan, partus akan menjadi lebih lama dan kontraksinya kurang bagus sehingga perlu dilakukan akselerasi, penambahan zat-zat penguat kontraksi. "Perlu-tidaknya dilakukan tindakan seksiosesaria, tergantung besarnya bayi dan bisa-tidaknya melewati panggul," terang Gatot.
* Prolapsus uteri (rahim keluar atau menonjol di vagina).
Kelainan ini terjadi karena kelemahan jaringan ikat pada daerah rongga panggul, terutama jaringan ikat transversal. Sebab lain, pertolongan persalinan yang tak terampil sehingga meneran terjadi pada saat pembukaan belum lengkap, terjadi perlukaan jalan lahir yang dapat menyebabkan lemahnya jaringan ikat penyangga vagina, serta ibu yang banyak anak sehingga jaringan ikat di bawah panggul kendur. Menopause juga dapat menyebabkan turunnya rahim karena produksi hormon estrogen berkurang sehingga elastisitas dari jaringan ikat berkurang dan otot-otot panggul mengecil yang menyebabkan melemahnya sokongan pada rahim.
Gejalanya sangat individu. Keluhan yang sering terjadi antara lain, perasaan ada benda yang mengganjal atau menonjol di depan vagina sehingga sangat mengganggu ketika berjalan atau bekerja. Kadang timbul luka pada rahim yang menonjol tersebut dikarenakan gesekan celana dalam atau benda yang diduduki dan dari luka tersebut bisa menimbulkan infeksi. Gejala lainnya, sering timbul keputihan karena luka tersebut atau karena sumbatan pembuluh darah di daerah mulut rahim, serta ada keluhan rasa sakit dan pegal di pinggang. Keluhan rasa sakit ini akan hilang bila si wanita berbaring.
"Biasanya prolapsus uteri jarang timbul sendirian, tapi disertai dengan turunnya vagina bagian depan yang disebut sistokel dan vagina bagian belakang yang disebut retokel," jelas Gatot. Sistokel sering menimbulkan gejala buang air kecil yang sedikit-sedikit dan sering. Kandung kencing serasa penuh dan sulit dikosongkan seluruhnya, tak dapat menahan kencing bila batuk atau mengejan, kadang terjadi kesulitan kencing sehingga kandung kencing membesar. Sedangkan rektokel sering menyebabkan gangguan buang air besar karena tinja berkumpul di ruang retokel.
Untuk mendiagnosis kelainan rahim jenis ini dilakukan dengan cara pasien diminta jongkok sambil mengejan sehingga akan tampak benjolan di depan vagina. Tapi sebenarnya, kelainan ini dapat dicegah, yaitu dengan pemandekan waktu persalinan atau dilakukan episiotomi dan bantuan persalinan, misalnya dengan forcep atau vakum sehingga waktu persalinan pun tak lama.
Sementara pengobatannya dengan latihan-latihan otot dasar panggul atau operasi untuk menguatkan otot-otot dasar panggul sehingga tak keluar lagi.
"Jadi, rahim dinaikkan ke atas dan diikat dengan jaringan otot-otot di perut atas. Jaringan otot yang kendur itu dipendekkan dan ditahankan ke rahim sehingga rahim tak turun lagi." Cara lain ialah dilakukan tindakan pengangkatan rahim dari vagina lewat operasi. Konsekuensinya tentu tak bisa punya anak lagi. Lain halnya bila dilakukan operasi penguatan rahim, kemungkinan tetap punya anak masih bisa.
* Inversio uteri (rahim terbalik ke bawah).
Hal ini disebabkan pada waktu melahirkan tali pusatnya ditarik sementara belum terjadi kontraksi sehingga rahim membalik. Gejala yang ditimbulkan setelah melahirkan sangat mengkhawatirkan. Pasien menjadi shock, nyeri yang sangat, dan terjadi perdarahan. Kejadian ini dapat menyebabkan pasien meninggal karena kekurangan darah.
Penanganannya dengan dilakukan reposisi segera. Jadi, pada saat itu dimasukkan lagi dengan anestesi atau bius umum sehingga kembali normal, lalu diberi penguat kontraksi agar bisa bertahan di dalam rongga perut. "Bila reposisi tak segera dilakukan dan gejala yang timbul tak berat akan menyebabkan terjadi inversio menahun.," terang Gatot seraya melanjutkan, "Bila terlambat, maka komplikasinya ialah perdarahan yang banyak sehingga harus dioperasi dan pengangkatan rahim."
Pencegahannya dengan melakukan pertolongan persalinan, tunggu sampai rahim berkontraksi, dan cegah anemia sehingga kontraksi uterus menjadi baik. Jadi, Bu, bila mengalami banyak keluhan yang berkaitan dengan rahim, segera konsultasikan ke dokter agar bisa ditangani secepatnya.